Makalah Relasi Agama dan Negara



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Agama  di  negeri  ini  diposisikan  pada  tempat  yang  sangat  strategis.  Sekalipun disebutkan bahwa Indonesia bukan sebagai negara yang berdasarkan agama, tetapi pemerintah memberikan perhatian yang sedemikian luas dan besar terhadap kehidupan beragama. Sejak lahir, pemerintah negeri ini menunjuk satu departemen tersendiri yang bertugas melakukan pembinaan dan pelayanan terhadap semua agama yang ada, yaitu Departemen Agama.
Lebih dari itu, pelaksanaan ritual agama pun mendapatkan perhatian dan pelayanan dari pemerintah. Seperti misalnya penyelenggaraan ibadah haji, puasa di bulan ramadhan, pemerintah ambil bagian dalam penentuan awal dan akhir bulan ramadhan. Demikian pula pada peringatan hari besar keagamaan, semua agama, dijadikan sebagai hari libur nasional. Lebih dari itu, simbol keagamaan misalnya mulai dari yang paling sederhana, bahwa hampir setiap pejabat pemerintah tatkala memulai pidato memberikan nuansa agama, misalnya mengucapkan salam dan memuji Tuhan, dengan menggunakan cara Islam bagi pejabat muslim, dan begitu pula bagi agama lainnya Ayat-ayat suci al Qur‟an ba dijadikan referensi dalam berbagai pidato oleh para pejabat pemerintah.
Memang dalam beberapa hal, ada sementara pihak menuntut lebih dari itu. misalnya, agar hukum Islam dijadikan sebagai dasar hukum positif. Usulan ini selain didasarkan atas pertimbangan bahwa kaum muslimin merupakan mayoritas penduduk negeri ini, juga dijamin bahwa jika usulan itu disetujui maka pemeluk agama lain tetap akan terlindungi. Hal itu sangat dimungkinkan, kerena hukum Islam sesungguhnya akan melindungi siapapun, termasuk bagi mereka yang memeluk agama lain. Begitu pula, muncul isu di wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama nasrani, mengajukan tuntutan serupa.
Aspirasi tersebut sampai saat ini belum mendapatkan respon. Keinginan itu agaknya sulit dipenuhi atas dasar pandangan bahwa negeri ini bukan berdasar agama, melainkan Pancasila dan UUD 1945. Agama tidak dijadikan sebagai dasar mengatur negara, tetapi agama diposisikan sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Namun nilai-nilai universal agama, seperti keadilan, kejujuran, saling menghormati sesama, kasih sayang, kebersamaan, bermusyawarah, dan lain-lain dijadikan sebagai sumber atau ruh dalam menyusun berbagai aturan, pedoman, dan bahkan undang-undang negara.

  1. Rumusan masalah
Melihat uraian singkat diatas dapat kita tarik beberapa poin pemasalahan yang perlu kita rumuskan antara lain :
  1. Apa pengertian agama?
  2. Apa pengertian negara?
  3. Bagaimana hubungan antara agama dan negara?

  1. Tujuan Penulisan
Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Pengantar Studi Agama, serta mempelajari, memahami, dan mengkaji lebih dalam lagi tentang agama dengan hubungannya terhadap negara.

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian agama
Agama menurut etimologi berasal dari kata bahasa  sanskerta dalam kitap upadeca tentang ajaran-ajaran agama hindu, disebutkan bahwa perkataan agama berasal dari bahasa sanskerta yang tersusun dari kata “A” berarti tidak dan “Gama” berarti pergi dalam bentuk harfiah yang terpadu perkataan agama berarti tidak pergi tetap ditempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus menerus dari generasi ke generasi.
Pada umumnya perkataan agama diartikan tidak kacau yang secara analitis di uraikan dengan cara memisahkan kata demi kata yaitu “A” berarti tidak dan “Gama” berarti tidak, maksudnya orang yang memeluk suatu agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh-sungguh hidupnya tidak akan kacau.
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu orang sering mendifinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama yang di anutnya. menurut “Mukti Ali”, mantan menteri agama Indonesia menyatakan bahwa agama adalah percaya akan adanya tuhan yang esa. Dan hukum-hukum yang di wahyukan kepada kepercayaan utusan-utusannya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Sedangkan menurut “James Martineau” agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang selalu hidup. Yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
Friedrich Schleiermacer, menegaskan bahwa agama tidak dapat di lacak dari pengetahuan rasional, juga tidak dari tindakan moral, akan tetapi agama berasal dari perasaan ketergantungan mutlak kepada yang tak terhingga (feeling of absolute dependence).
Di samping itu, agama merupakan pedoman hidup atau arahan dalam menentukan kehidupan, sebagaimana dalam hadist.
“kutinggalkan untuk kamu dua perkara tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya yaitu kitabullah dan sunnah rasul”

Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.

  1. Pengertian Negara
Istilah negara diterjemahkan dari kata-kata asing yaitu “staat”  (bahasa belandadan jerman) “state” (bahasa inggris) kata “etat” (bahasa prancis), kata “Staat”(State, Etat) tersebut diambil dari bahasa latin yaitu “Status” atau “Statum”, yang artinya keadaan tegak dan tetap atau suatu yang memiliki sifat yang tegak dan tetap.
Negara merupakan integrasi dari kekuatan politk, ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaanlainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan itu dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu maupun golongan atau asosiasi, ataupun juga oleh negara sendiri.

  1. Paradigma Analisis Hubungan Agama dan Negara
Para ahli merumuskan beberapa teori untuk menganalisa relasi antara negara dan agama yang antara lain dirumuskan dalam 3 (tiga) paradigma, yaitu paradigma integralistik, paradigma simbiotik, paradigma sekularistik.[1]

  1. Paradigma Integralistik (Unified Paradigm)
Secara umum teori integralistik dapat dinyatakan sebagai kesatuan yang seimbang dan terdiri dari berbagai entitas. Entitas disini memiliki sifat yang berbeda satu sama lain. Perbedaan itu tidak berarti saling menghilangkan justru saling melengkapi, saling menguatkan dan bersatu.
Dalam kaitannya dengan relasi negara dan agama, menurut paradigma integralistik, antara negara dan agama menyatu (integrated). Negara selain sebagai lembaga politik juga merupakan lembaga keagamaan.
Menurut paradigma ini, kepala negara adalah pemegang kekuasaan agama dan kekuasaan politik. Pemerintahannya diselenggarakan atas dasar “kedaulatan ilahi” (divine sovereignty), karena pendukung paradigma ini meyakini bahwa kedaulatan berasal dan berada di ”tangan Tuhan”. (Marzuki Wahid dan Rumadi).
Paradigma integralistik ini memunculkan paham negara agama atau Teokrasi. Dalam paham teokrasi, hubungan Negara dan Agama digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan Agama, karena pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Dengan demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini sebagai manifestasi firman Tuhan.

  1. Paradigma Simbiotik (Symbiotic Paradigm)
Secara umum, teori simbiotik dapat didefinisikan sebagai hubungan antara dua entitas yang saling menguntungkan bagi peserta hubungan. Dalam konteks relasi negara dan agama, bahwa antara negara dan agama saling memerlukan.
Dalam hal ini, agama memerlukan negara karena dengan negara, agama dapat berkembang. Sebaliknya, negara juga memerlukan agama, karena dengan agama negara dapat berkembang dalam bimbingan etika dan moral-spiritual.
Karena sifatnya yang simbiotik, maka hukum agama masih mempunyai peluang untuk mewarnai hukum-hukum negara, bahkan dalam masalah tertentu tidak menutup kemungkinan hukum agama dijadikan sebagai hukum negara.

  1. Paradigma Sekularistik (Secularistic Paradigm)
Paradigma ini menolak kedua paradigma diatas. Sebagai gantinya, paradigma sekularistik mengajukan pemisahan (disparitas) agama atas negara dan pemisahan negara atas agama.
Negara dan Agama merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi. Berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini, maka hukum positif yang berlaku adalah hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan manusia melalui social contract dan tidak ada kaitannya dengan hukum Agama.
Paradigma ini memunculkan negara sekuler. Dalam Negara sekuler, tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini, menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.

  1. Hubungan Agama dengan Negara
Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat, negara dengan otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas unuk megatur hubungan manusia dengan tuhannya.
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing masing keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan agama dan negara dalam kehidupan manusia berikut di uraikan beberapa perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran atau paham antara lain sebagai berikut :[2]
  1. Hubungan Agama Dan Negara Menurut Paham Teokrasi.
Dalam paham teokrasi hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan, negara menyatu dengan agama karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman- firman Tuhan segala tata kehidupan masyarakat bangasa dan negara dilakukan atas titah Tuhan dengan demikian urusan kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi juga diyakinkan sebagai manifestasi Tuhan.
Sistem pemerintahan ini ada 2 yaitu teokrasi langsung dan tidak langsung. Sistem pemerintahan teokrasi langsung adalah raja atau kepala negara memerintah sebagai jelmaan Tuhan adanya negara didunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan oleh karena itu yang memerintah Tuhan pula. sedangkan sistem pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukan tuhan sendiri melainkan raja atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Raja atau kepala negara memerintah atas kehendak Tuhan dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara menyatu dengan agama .agama dengan negara tidak dapat dipisahkan.

  1. Hubungan Agama Dan Negara Menurut Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara dalam negara sekuler tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini agama adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain atau urusan dunia, sedangkan urusan agama adalah hubungan manusia dengan tuhan dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat dipersatukan meskipun memisahkan antara agama dan negara lazimnya Negara sekuler mmbebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini tapi negara tidak ikut campur tangan dalam urusan agama.

  1. Hubungan Agama Dan Negara Menurut Paham Komunisme
Paham komunisme ini memendang hakekat hubungan agama dan negara berdasarkan filosofi dialektis dan materialisme, histories paham ini menimbulkan paham Atheis (tak bertuhan) yang dipelopori Karl marx, menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya sedangkan agama dalam hal ini dianggap suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia adalah dunia manusia sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat negara sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis mahluk manusia dan agama adalah keluhan mahluk tertindas. Oleh karena itu agama harus ditekan dan dilarang nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi karena manusia sendiri pada hakikatnya adalah materi.

  1. Hubungan Agama Dan Negara Menurut Islam
Pendapat pertama tentang hubungan agama dan negara dalam islam adalah agama yang paripurna yang mencakup segala-galanya termasuk masalah negara, oleh karena itu agama tidak dapat dipisahkan dari negara dan urusan negara adalah urusan agama serta sebaliknya. Pendapat kedua mengatakan bahwa islam tidak ada hubungannya dengan negara karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan menurut aliran ini Nabi Muhammad tidak mempunyai misi untuk mendirikan negara. Pendapat ketiga berpendapat bahwa islam tidak mencakup segala-galanya tapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang kehidupan bermasyarakat termasuk bernegara.

  1. Hubungan Negara dan Agama Menurut Konstitusi Indonesia
Persoalan relasi antara negara dan agama juga ada di dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Relasi negara dan agama di Indonesia selalu mengalami pasang surut karena relasi antar keduanya tidak berdiri sendiri melainkan dipengaruhi oleh persoalan-persoalan lain seperti politik, ekonomi, dan budaya.
Pendiri negara Indonesia menentukan pilihan yang khas dan inovatif tentang bentuk negara dalam hubungannya dengan agama. Pancasila sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa”, dinilai sebagai paradigma relasi negara dan agama yang ada di Indonesia. Selain itu, melalui pembahasan yang sangat serius disertai komitmen moral yang sangat tinggi sampailah pada suatu pilihan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas “Ketuhanan yang Maha Esa”. Mengingat kekhasan unsur-unsur rakyat dan bangsa Indonesia yang terdiri dari atas berbagai macam etnis, suku, ras dan agama.

BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Secara umum agama diartikan sesuai dengan pengalaman dan penghayatan individu terhadap agama yang di anutnya agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang maha esa serta hukum hukum yang diwahyuhkan kepada utusannya agar penganutnya bias hidup bahagia dunia akhirat.
Sedangkan negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang merupakan alat untuk mengatur hubungan- hubungan individu serta menetapkan tujuan hidup bersama dalam wilayah tersebut.
Ada beberapa pandangan tentang hubungan agama dan negara diantaranya:menurut paham teokrasi, paham sekuler, Paham komunisme, dan menurut islam yang kesemuanya itu memiliki pandangan yang berbeda.

  1. Saran
Sebagai penganut agama dan warga negara diharapkan kita bisa berpegang teguh terhadap tata nilai yang ada dalam ajaran agama dan aturan dalam menjalin hubungan dengan individu yang lain dalam masyarakat mewujudkan tujuan bersama.
Kita tahu bahwa agama dan negara berperan mengatur masyarakat sehingga semua tingkah laku masyarakat harus didasarkan kepada aturan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. Reposisi Hubungan Agama dan Negara. Jakarta: Kompas, 2002.
Dede Rosyada. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000.
K. Sukardji. Agama-Agama Yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya. Bandung : Angkasa, 1993.
Rahmat, Jalaluddin. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004. Waqiatul Masrurah. Buku Ajar Civic Education. Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006. K. Sukardji, Agama-agama yang berkembang di dunia dan pemeluknya Bandung : Angkasa, 1993) hlm 26
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama sebuah pengantar (Bandung: PT. MIizan Pustaka, 2004) hal. 20-22
Waqiatul Azra, Buku ajar civic education (Pamekasan, STAIN Pamekasan Press,2006) hal 48 Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara (Jakarta: Kompas Meida Nusantara, 2002) hal 33
Dede Rosyada, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan masyarakat madani, (Jakarta: IAN Jakarta Press, 2000) hal, 31-33


[1] Reposisi Hubungan Agama dan Negara ; Kompas,  2002 Hal. 23
[2] Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan masyarakat madani, (Jakarta: IAN Jakarta Press, 2000) hal. 31-40

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Iman,Islam dan Ihsan

Teori Konflik dan Teori Resolusi Konflik

Konsep Perdamaian Agama Hindu