Makalah Relasi Agama dan Negara
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Agama di
negeri ini diposisikan
pada tempat yang
sangat strategis. Sekalipun disebutkan bahwa Indonesia bukan
sebagai negara yang berdasarkan agama, tetapi pemerintah memberikan perhatian
yang sedemikian luas dan besar terhadap kehidupan beragama. Sejak lahir,
pemerintah negeri ini menunjuk satu departemen tersendiri yang bertugas
melakukan pembinaan dan pelayanan terhadap semua agama yang ada, yaitu
Departemen Agama.
Lebih
dari itu, pelaksanaan ritual agama pun mendapatkan perhatian dan pelayanan dari
pemerintah. Seperti misalnya penyelenggaraan ibadah haji, puasa di bulan
ramadhan, pemerintah ambil bagian dalam penentuan awal dan akhir bulan
ramadhan. Demikian pula pada peringatan hari besar keagamaan, semua agama,
dijadikan sebagai hari libur nasional. Lebih dari itu, simbol keagamaan
misalnya mulai dari yang paling sederhana, bahwa hampir setiap pejabat
pemerintah tatkala memulai pidato memberikan nuansa agama, misalnya mengucapkan
salam dan memuji Tuhan, dengan menggunakan cara Islam bagi pejabat muslim, dan
begitu pula bagi agama lainnya Ayat-ayat suci al Qur‟an ba dijadikan referensi
dalam berbagai pidato oleh para pejabat pemerintah.
Memang
dalam beberapa hal, ada sementara pihak menuntut lebih dari itu. misalnya, agar
hukum Islam dijadikan sebagai dasar hukum positif. Usulan ini selain didasarkan
atas pertimbangan bahwa kaum muslimin merupakan mayoritas penduduk negeri ini,
juga dijamin bahwa jika usulan itu disetujui maka pemeluk agama lain tetap akan
terlindungi. Hal itu sangat dimungkinkan, kerena hukum Islam sesungguhnya akan
melindungi siapapun, termasuk bagi mereka yang memeluk agama lain. Begitu pula,
muncul isu di wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama nasrani, mengajukan
tuntutan serupa.
Aspirasi
tersebut sampai saat ini belum mendapatkan respon. Keinginan itu agaknya sulit
dipenuhi atas dasar pandangan bahwa negeri ini bukan berdasar agama, melainkan
Pancasila dan UUD 1945. Agama tidak dijadikan sebagai dasar mengatur negara,
tetapi agama diposisikan sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan
bermasyarakat sehari-hari. Namun nilai-nilai universal agama, seperti keadilan,
kejujuran, saling menghormati sesama, kasih sayang, kebersamaan, bermusyawarah,
dan lain-lain dijadikan sebagai sumber atau ruh dalam menyusun berbagai aturan,
pedoman, dan bahkan undang-undang negara.
- Rumusan masalah
Melihat
uraian singkat diatas dapat kita tarik beberapa poin pemasalahan yang perlu kita
rumuskan antara lain :
- Apa pengertian agama?
- Apa pengertian negara?
- Bagaimana hubungan antara agama dan negara?
- Tujuan Penulisan
Makalah
ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Pengantar Studi
Agama, serta mempelajari, memahami, dan mengkaji lebih dalam lagi tentang agama
dengan hubungannya terhadap negara.
PEMBAHASAN
- Pengertian agama
Agama
menurut etimologi berasal dari kata bahasa
sanskerta dalam kitap upadeca tentang
ajaran-ajaran agama hindu, disebutkan bahwa perkataan agama berasal dari bahasa
sanskerta yang tersusun dari kata “A” berarti tidak dan “Gama” berarti pergi
dalam bentuk harfiah yang terpadu perkataan agama berarti tidak pergi tetap
ditempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus menerus dari generasi ke
generasi.
Pada
umumnya perkataan agama diartikan tidak kacau yang secara analitis di uraikan
dengan cara memisahkan kata demi kata yaitu “A” berarti tidak dan “Gama”
berarti tidak, maksudnya orang yang memeluk suatu agama dan mengamalkan
ajaran-ajarannya dengan sungguh-sungguh hidupnya tidak akan kacau.
Agama
selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu orang sering
mendifinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama
yang di anutnya. menurut “Mukti Ali”, mantan menteri agama Indonesia menyatakan
bahwa agama adalah percaya akan adanya tuhan yang esa. Dan hukum-hukum yang di
wahyukan kepada kepercayaan utusan-utusannya untuk kebahagiaan hidup manusia di
dunia dan di akhirat.
Sedangkan
menurut “James Martineau” agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang selalu
hidup. Yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan
mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
Friedrich
Schleiermacer, menegaskan bahwa agama tidak dapat di lacak dari pengetahuan
rasional, juga tidak dari tindakan moral, akan tetapi agama berasal dari
perasaan ketergantungan mutlak kepada yang tak terhingga (feeling of absolute
dependence).
Di
samping itu, agama merupakan pedoman hidup atau arahan dalam menentukan kehidupan,
sebagaimana dalam hadist.
“kutinggalkan untuk
kamu dua perkara tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih
berpegang kepada keduanya yaitu kitabullah dan sunnah rasul”
Secara
terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata
cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya. Dalam al-Qur’an
agama sering disebut dengan istilah din. Istilah ini merupakan istilah bawaan
dari ajaran Islam sehingga mempunyai kandungan makna yang bersifat umum dan
universal. Artinya konsep yang ada pada istilah din seharusnya mencakup
makna-makna yang ada pada istilah agama dan religi.
- Pengertian Negara
Istilah
negara diterjemahkan dari kata-kata asing yaitu “staat” (bahasa belandadan jerman) “state” (bahasa
inggris) kata “etat” (bahasa prancis), kata “Staat”(State, Etat) tersebut diambil
dari bahasa latin yaitu “Status” atau “Statum”, yang artinya keadaan tegak dan
tetap atau suatu yang memiliki sifat yang tegak dan tetap.
Negara
merupakan integrasi dari kekuatan politk, ia adalah organisasi pokok dari
kekuasaan politik negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai
kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan
menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
Negara
adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara
sah terhadap semua golongan kekuasaanlainnya dan yang dapat menetapkan
tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu negara menetapkan cara-cara dan
batas-batas sampai dimana kekuasaan itu dapat digunakan dalam kehidupan bersama
itu, baik oleh individu maupun golongan atau asosiasi, ataupun juga oleh negara
sendiri.
- Paradigma Analisis Hubungan Agama dan Negara
Para
ahli merumuskan beberapa teori untuk menganalisa relasi antara negara dan agama
yang antara lain dirumuskan dalam 3 (tiga) paradigma, yaitu paradigma
integralistik, paradigma simbiotik, paradigma sekularistik.[1]
- Paradigma Integralistik (Unified Paradigm)
Secara
umum teori integralistik dapat dinyatakan sebagai kesatuan yang seimbang dan
terdiri dari berbagai entitas. Entitas disini memiliki sifat yang berbeda satu
sama lain. Perbedaan itu tidak berarti saling menghilangkan justru saling
melengkapi, saling menguatkan dan bersatu.
Dalam
kaitannya dengan relasi negara dan agama, menurut paradigma integralistik,
antara negara dan agama menyatu (integrated). Negara selain sebagai lembaga
politik juga merupakan lembaga keagamaan.
Menurut
paradigma ini, kepala negara adalah pemegang kekuasaan agama dan kekuasaan
politik. Pemerintahannya diselenggarakan atas dasar “kedaulatan ilahi” (divine sovereignty),
karena pendukung paradigma ini meyakini bahwa kedaulatan berasal dan berada di
”tangan Tuhan”. (Marzuki Wahid dan Rumadi).
Paradigma
integralistik ini memunculkan paham negara agama atau Teokrasi. Dalam paham
teokrasi, hubungan Negara dan Agama digambarkan sebagai dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan Agama, karena pemerintahan dijalankan
berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat,
bangsa, dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Dengan demikian, urusan
kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini sebagai manifestasi
firman Tuhan.
- Paradigma Simbiotik (Symbiotic Paradigm)
Secara umum, teori simbiotik dapat
didefinisikan sebagai hubungan antara dua entitas yang saling menguntungkan
bagi peserta hubungan. Dalam konteks relasi negara dan agama, bahwa antara
negara dan agama saling memerlukan.
Dalam
hal ini, agama memerlukan negara karena dengan negara, agama dapat berkembang.
Sebaliknya, negara juga memerlukan agama, karena dengan agama negara dapat
berkembang dalam bimbingan etika dan moral-spiritual.
Karena
sifatnya yang simbiotik, maka hukum agama masih mempunyai peluang untuk
mewarnai hukum-hukum negara, bahkan dalam masalah tertentu tidak menutup
kemungkinan hukum agama dijadikan sebagai hukum negara.
- Paradigma Sekularistik (Secularistic Paradigm)
Paradigma
ini menolak kedua paradigma diatas. Sebagai gantinya, paradigma sekularistik
mengajukan pemisahan (disparitas) agama atas negara dan pemisahan negara atas
agama.
Negara
dan Agama merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan
bidangnya masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak
boleh satu sama lain melakukan intervensi. Berdasar pada pemahaman yang
dikotomis ini, maka hukum positif yang berlaku adalah hukum yang betul-betul
berasal dari kesepakatan manusia melalui social contract dan tidak ada
kaitannya dengan hukum Agama.
Paradigma
ini memunculkan negara sekuler. Dalam Negara sekuler, tidak ada hubungan antara
sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan hubungan
manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan
manusia dengan Tuhan. Dua hal ini, menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.
- Hubungan Agama dengan Negara
Dikalangan
kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah suatu
keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat, negara dengan
otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan
agama mempunyai otoritas unuk megatur hubungan manusia dengan tuhannya.
Hubungan
antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan
dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup
bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan
makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan
sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia
secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai
tujuan bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan
manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Berdasarkan
uraian diatas konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar
ontologis manusia masing masing keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep
hubungan agama dan negara dalam kehidupan manusia berikut di uraikan beberapa
perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran atau paham
antara lain sebagai berikut :[2]
- Hubungan Agama Dan Negara Menurut Paham Teokrasi.
Dalam
paham teokrasi hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, negara menyatu dengan agama karena pemerintahan menurut paham
ini dijalankan berdasarkan firman- firman Tuhan segala tata kehidupan
masyarakat bangasa dan negara dilakukan atas titah Tuhan dengan demikian urusan
kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi juga diyakinkan sebagai
manifestasi Tuhan.
Sistem
pemerintahan ini ada 2 yaitu teokrasi langsung dan tidak langsung. Sistem
pemerintahan teokrasi langsung adalah raja atau kepala negara memerintah
sebagai jelmaan Tuhan adanya negara didunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan
oleh karena itu yang memerintah Tuhan pula. sedangkan sistem pemerintahan
teokrasi tidak langsung yang memerintah bukan tuhan sendiri melainkan raja atau
kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Raja atau kepala negara
memerintah atas kehendak Tuhan dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara
menyatu dengan agama .agama dengan negara tidak dapat dipisahkan.
- Hubungan Agama Dan Negara Menurut Paham Sekuler
Paham
sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara dalam negara sekuler
tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini agama
adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain atau urusan dunia, sedangkan
urusan agama adalah hubungan manusia dengan tuhan dua hal ini menurut paham
sekuler tidak dapat dipersatukan meskipun memisahkan antara agama dan negara
lazimnya Negara sekuler mmbebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja
yang mereka yakini tapi negara tidak ikut campur tangan dalam urusan agama.
- Hubungan Agama Dan Negara Menurut Paham Komunisme
Paham
komunisme ini memendang hakekat hubungan agama dan negara berdasarkan filosofi
dialektis dan materialisme, histories paham ini menimbulkan paham Atheis (tak
bertuhan) yang dipelopori Karl marx, menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya
sedangkan agama dalam hal ini dianggap suatu kesadaran diri bagi manusia
sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia
adalah dunia manusia sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat negara
sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis mahluk manusia dan agama
adalah keluhan mahluk tertindas. Oleh karena itu agama harus ditekan dan
dilarang nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi karena manusia sendiri
pada hakikatnya adalah materi.
- Hubungan Agama Dan Negara Menurut Islam
Pendapat
pertama tentang hubungan agama dan negara dalam islam adalah agama yang
paripurna yang mencakup segala-galanya termasuk masalah negara, oleh karena itu
agama tidak dapat dipisahkan dari negara dan urusan negara adalah urusan agama
serta sebaliknya. Pendapat kedua mengatakan bahwa islam tidak ada hubungannya
dengan negara karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan
menurut aliran ini Nabi Muhammad tidak mempunyai misi untuk mendirikan negara.
Pendapat ketiga berpendapat bahwa islam tidak mencakup segala-galanya tapi mencakup
seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang kehidupan bermasyarakat
termasuk bernegara.
- Hubungan Negara dan Agama Menurut Konstitusi Indonesia
Persoalan
relasi antara negara dan agama juga ada di dalam kehidupan bernegara di
Indonesia. Relasi negara dan agama di Indonesia selalu mengalami pasang surut
karena relasi antar keduanya tidak berdiri sendiri melainkan
dipengaruhi oleh persoalan-persoalan lain seperti politik, ekonomi, dan budaya.
Pendiri
negara Indonesia menentukan pilihan yang khas dan inovatif tentang bentuk
negara dalam hubungannya dengan agama. Pancasila sila pertama, “Ketuhanan yang
Maha Esa”, dinilai sebagai paradigma relasi negara dan agama yang ada di
Indonesia. Selain itu, melalui pembahasan yang sangat serius disertai komitmen
moral yang sangat tinggi sampailah pada suatu pilihan bahwa negara Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas “Ketuhanan yang Maha Esa”. Mengingat
kekhasan unsur-unsur rakyat dan bangsa Indonesia yang terdiri dari atas
berbagai macam etnis, suku, ras dan agama.
PENUTUP
- Kesimpulan
Secara
umum agama diartikan sesuai dengan pengalaman dan penghayatan individu terhadap
agama yang di anutnya agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang maha esa serta
hukum hukum yang diwahyuhkan kepada utusannya agar penganutnya bias hidup
bahagia dunia akhirat.
Sedangkan negara
adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang merupakan alat untuk mengatur
hubungan- hubungan individu serta menetapkan tujuan hidup bersama dalam wilayah
tersebut.
Ada beberapa
pandangan tentang hubungan agama dan negara diantaranya:menurut paham teokrasi,
paham sekuler, Paham komunisme, dan menurut islam yang kesemuanya itu memiliki
pandangan yang berbeda.
- Saran
Sebagai
penganut agama dan warga negara diharapkan kita bisa berpegang teguh terhadap
tata nilai yang ada dalam ajaran agama dan aturan dalam menjalin hubungan
dengan individu yang lain dalam masyarakat mewujudkan tujuan bersama.
Kita
tahu bahwa agama dan negara berperan mengatur masyarakat sehingga semua tingkah
laku masyarakat harus didasarkan kepada aturan tersebut.
Azra, Azyumardi.
Reposisi Hubungan Agama dan Negara. Jakarta: Kompas, 2002.
Dede Rosyada.
Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN
Jakarta Press, 2000.
K. Sukardji.
Agama-Agama Yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya. Bandung : Angkasa, 1993.
Rahmat,
Jalaluddin. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004.
Waqiatul Masrurah. Buku Ajar Civic Education. Pamekasan: STAIN Pamekasan Press,
2006. K. Sukardji, Agama-agama yang berkembang di dunia dan pemeluknya Bandung :
Angkasa, 1993) hlm 26
Jalaluddin
Rakhmat, Psikologi Agama sebuah pengantar (Bandung: PT. MIizan Pustaka, 2004)
hal. 20-22
Waqiatul Azra,
Buku ajar civic education (Pamekasan, STAIN Pamekasan Press,2006) hal 48
Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara (Jakarta: Kompas Meida Nusantara,
2002) hal 33
Dede Rosyada,
Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan masyarakat madani, (Jakarta: IAN
Jakarta Press, 2000) hal, 31-33
Comments
Post a Comment