Makalah Pengembangan Masyarakat


by:www.exxonmobil.co.id


I. Latar Belakang
Pengembangan masyarakat dapat didefinisikan sebagai metode yang yang memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya, serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya. Selain itu pengembangan masyarakat juga merupakan suatu proses swadaya masyarakat yang diintegrasikan dengan usaha-usaha pemerintah setempat. Pengembangan ini  berguna untuk meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya. Sebagai sebuah metode atau pendekatan yang relatif baru, pengembangan masayarakat menekankan adanya proses pemberdayaan, partisipasi, dan peranan langsung warga komunitas dalam proses pembangunan di tingkat komunitas dan antarkomunitas.[1] Secara khusus pengembangan masyarakat  berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, gender, jenis kelamin, usia, dan kecacatan. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.[2]
Kemenangan kaum sosialis nampaknya begitu terasa dengan paradigma desentralisasi pembangunan yang dipakai pemerintah. UU. No.6 Tahun 2014 Tentang Desa menjadi salah satu bukti nyata. Desa yang selama ini menjadi obyek pembangunan sejak orde baru sekarang dikembalikan sebagai subyek pembangunan. Kebijakan ini mengembalikan desa pada masa penjajahan Belanda dimana ada konstitusi yang mengatur otonomi pembangunanya secara mandiri. [3]
Pengembangan masyarakat kemudian mengalami perkembangan dalam banyak hal. Berkembang dalam metode dan pendekatan maupun tujuanya. Sedangkan progres dari pendekatan ini bisa kita lihat dari beberapa jenis desa binaan. Misal saja pendekatan budaya yang menjadikan sebuah desa berkembang menjadi desa pariwisata. Desa yang menjadi percontohan lingkungan karena dikembangkan dengan pendekatan lingkungan misalnya, semakin banyak pendekatan dalam pengembangan masyarakat membuat outputnya beragam juga. Sebagai mahasiswa dengan berbagai mandat personal dan sosial maka wajar jika mahasiswa UIN Walisongo menggagas sebuah pendekatan yang mempunyai ciri spesifik. Pendekatan tersebut adalah pengembangan masyarakat dengan “agama”.
Selain mandat sosial, pengembangan masyarakat dari aras gagasan sampai tindakan juga menjadi mandat pendidikan nasional yang tertuang dalam Tri Dharma. Maka menjadi aneh jika seorang mahasiswa tidak memahami arah dan tujuan dari wacana pengembangan masyarakat yang bercirikan pemberdayaan dan partisipasi ini. Jika dilempar pertanyaan satire  “kenapa Indonesia tidak bisa maju padahal banyak orang pintar di dalamnya?”,  apa yang harus dijawab? Bagi penulis, kecurigaan perlu kita alamtakan pada tingkat kohesi sosial kita. Jangan-jangan Indonesia mempunyai orang-orang yang sebatas baik secara personal tapi sangat lemah dibidang sosial. Maka pemberdayaan masyarakat dengan nilai partisipasi yang terkandung didalamnaya diaharapkan bisam menjadi sebuah rantai penghubung kehebatan-kehebatan orang Indonesia yang hebat secara personal menjadi kehebatan secara komunal.

II. Rumusan Masalah
A. Arah Pengembangan Masyarakat
B. Arah Revisioner Pengembangan Agama di Masyarakat

III. Pembahasan
A. Arah Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat (community development) adalah konsep dasar yang menggaris bawahi sjumlah istilah yang telah digunakan sejak lama seperti community resourcedevelopment, rural areas development, community economic development, rural revitalisation, dan community based development. Pengembangan masyarakat mempunyai dua makna dasar yang sangat penting ; pertama pengembangan yang menunjukan perubahan ke arah kemajuan yang terencana dan bersfiat gradual, dan masyarakat yang menunjukan kualitas hubungan sebuah relasi sosial. Keragaman dalam menginterpretasikan pengembangan masyarakat semakin meluas mulai perbedaan orientasi nilai budaya sampai denga tujuan dari berbagai kalangan yuang mengguanakan istilah tersebut.  Ada yang bertujuan menggususr struktur kekuatan politik, meningkatkan kekuatan komunitas bisnis, dan pembangunan kebudayaan.
Dalam berbagai kasus pengembangan masyarakat digunakan sebagai cara untuk memperbaiki pelayanan dan fasilitas publik, menciptakan tanggung jawab pemeritah lokal, meningkatkan partisipassi masyarakat, memperbaiki kepemimpinan, membangun kelembagaan baru, melaksanakan pembangunan ekonomi dan fisik, dan mengembangkan perencanaan fisik dan lingkungan. Perdebatan selanjutnya menentukan apkah pengembangan masyarakat seharusnya dikonntrol oleh suatu llembaga yang bersifat sentralitas atau kelompok masyarakat yang otonom.
PBB telah memberikan kontribusi sehingga pengembangan masyarakat sebagai sutau gerakan sosial dengan pehatian utama pada pembangunan desa di dunia ke tiga. Selanjutnya gerakan sosial tersebut melakukan inisiasi dan memberikan dukungan pada pengembangan masyarakat dari perspektif internasional. Karena bagi PBB pengembangan masyarakat adalah “..procesess by witch the efforts of the people themselves are united whoith those of govermenthal authorities to improve the economic, social and cultural conditions of communities, to integrate the communities into the life of the nation and to enhance the contribute fully to national progress..”.[4]
Maka arah pengembangan masyarakat ini harusnya dikelompokan menjadi beberapa tahapan. Karena sejatinya pengembangan masyarakat adalah proses horisontal dalam internal kelopok masyarakat itu sendiri, kemudian melakukan persentuhan dengan berbagai kebijakan pemerintah. Sentuhan relasi tersebutlah yang diharap mampu membawa pengembangan masyarakat mencapai fungsi maksimalnya.
Arah pengembangan masyarakat harus dipahami sebagai sebuah proses. Bentuk pengembangan tidak boleh stagnan dan berhenti dalam sebuah titik semata, “being” harus dimakanai sebagai proses yang akan selalu menemukan bentuk baru dalam menemukan bentuk yang paling tepat dalam pengembangan masyarakat. Selain sebagai proses, juga harus dimakanai bahwa pengembangan masyarkat merupakan sebuah metode. Metode ini seperti strategi doble standard dimana tidak harus terpaku pada proses pengembangan masyarakat secara internal semata, melainkan juga harus merangkul pemerintah untuk menelurkan kebijakan yang dapat mendukung perkembangan.[5]


B. Arah Revisioner Pengembangan Agama di Masyarakat
Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat majemuk. Memiliki aneka ragam suku, bahasa, budaya sampai agama. Keanekaragaman ini bisa menjadi berkah sekaligus musibah. Berkah jika dimaknai sebagai kekayaan bangsa yang harus dikelola untuk menunjukan seberapa tinggi peradaban yang dimiliki, dan musibah jika keanekaragaman tersebut gagal dikelola sehingga mengakibatkan konflik-konflik komunal. Dalam konteks kebebasan agama dan dalam rangka pengembangan masyarakat maka konflik semacam ini akan menjadi penghalang utama memajuakan masyarakat.
Penulis akan berupaya mengungkapkan gagasan revisioner tentang bagaimana seharusnya relasi negara-agama berlangsung untuk melakukan pengembangan masyarakat yang utuh. Agama dalam International Convenant of Civil Politic Rights (ICCPR) harus menjadi ranah netralitas negara. Negara dalam konteks pemangku kewajiban-pemilik hak harus mampu memahami tugas utamanya yaitu berupa fullfiled, protect, respect. Maka saat membicarakan agama yang perlu negara lakukan adalah bersikap to respect atau sederhanya menjadi senetral mungkin mengurusi. [6]
Secara hukum UUD Pasal 29 Ayat 2 sudah menjelaskan kebebasan beragama. ICCPR yang telah diratifikasi pada tahun 2005 juga menerangkan hal tersebut pada pasal 18. Sebagai negara yanng tidak berlandaskan agama tertentu melainkan berketuhanan yang maha esa, membuat gejolak agama dan peran netralitas negara agak tumpang tidih karena kebetulan Indonesia adalah negara yang mayoritas umatnya beragama muslim. Salah satu pandangan yang perlu di revisi adalah fatwa MUI tahun 2005 tentang pelarangan paham Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme.
Fatwa pelarangan sekularisme, pluralisme dan liberalisme ini juga cukup mengagetkan ditengah usaha intensif beberapa tokoh agama mengkampanyekan keberagaman, kebebasan dan kebangsaan sebagai solusi bagi Indonesia yang majemuk. Fatwa MUI pada kenyataanya menjadi lebih tinggi posisinya dibanding UUD. Misal saja membatasi pada sekularisme. MUI menganggap paham ini sebagai paham anti agama seperti yang terjadi di Turki atau Francis yang akan menggerogoti moralitas agama. Devinisi MUI tentang sekularisme adalah paham dimana agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhanya, sedangkan hubungan sesama manusia hanya diatur oleh kesepakatan sosial saja.
Pengertian seperti diatas jelas tidak tepat dan membuat kacau diskursus mengenai tiga konsep pemikiran tersebut yang mau melindungi kebebasan beragama, atau mau mengembangkan apa yang disebut “masyarakat terbuka”. MUI mengharamkan sekularisme dengan alasan yang mereka devinisikan sendiri. Sebenarnya sekularisme adalah pemisahan antara agama dan negara secara relatif. Agama bisa memberikan nilai kepada masyarakat sehingga mampu membentuk masyarakat yang toleran dalam harmonisasi di negara yang majemuk, sementara negara harusnya berperan sebagai pelindung kebebasan agama lewat konstitusi, karena hal itulah yang paling efektif.
Sekularisme berusaha agar dua kekuatan agama-negara tidak melakukan kolaborasi sehingga membentuk agama negara atau negara agama. Jika dua kekuatan ini berintegrasi maka negara yang punya mempunyai kekuasaan lewat aparatusnya dan agama lewat doktrin otoritatifnya, maka akan ada kekuatan absolut yang beresiko membangkitkan traumatis masa lampau. Genosida atau kejahatan lainya akan mudah saat sekularisme gagal diterapkan dengan benar di sebuah negara.
Pancasila sebagai dasar negara sebenarnya tidak bertentangan denga Islam ditiap pasalnya. Kalau Indonesia menginginkan sistem demokerasi maka tidak ada pilihan kecuali Indonesia menjadi negara sekuler. Karena sekularisasi tujuan utamanya adalah proses demokerasi, sementara demokerasi tujuan akhirnya membuat tidak ada satupun yang mempunyai kekuata-kekuasaan yang lebih kuat dibanding yang lain yang memungkinkanya terjadi totalitarianisme. Dalam sekularisasi muncul yang namanya diferensiasi, yakni upaya pembedaan antara otoritas keagamaan dan otoritas kekuasaan negara, termasuk didalamnya difrensiasi anatara agama dan ilmu penegtahuan.  Maka sekularisme adalah usaha agar menghindari kemungkinan politisasi dari sebuah intitusi agama.[7]
Maka sebelum melakukan pendampingan dan partisipasi dalam pengembanga masyarakat dalam hal lainya, pandangan tentang menjadi negara sekuler adalah penting diwacanakan. Karena akan percuma saat negara yang majemuk kemudian gagal berkembang karena seringnya terjadi konflik komunal yang terjadi. Dalam pengembangan masyarakat tentang revisi pemahaman hubungan antar negara-agama, penulis menekankan bahwa betapa pentingnya komunikasi sosial. Tanpa komunikasi sosial pengembangan masyarakat akan selalu gagal. Karena menurut Giorgio Braga, komunikasi adalah pusat kehidupan masyarakat yang mengandung masalah semantik yang didasarkan pada sosiologi.[8]
Maka pengembangan masyarakat di desa dan daerah tertinggal juga perlu dipahamkan. Kita harus berlari bergegas mengejar bangsa-bangsa lain yanng sudah semakin jauh meninggalkan kita. Negara yang maju tentu salah satunya dari berhasilnya proses sekularisasi, lihat saja German dan Amerika. Bahkan India juga berhasil menembus perekonomian dunia, dengan keadaan masyarakat majemuk yang hampir sama India yang sudah selesai melakukan proses sekularisasi berhasil maju melejit. Kini giliran Indonesia.

IV. Kesimpulan
            Memang banyak definisi dari pengembangan masyarakat, pun juga berbagai pendekatanya. Tapi, bagi penulis yang punya latar belakang sedikit pemahaman tentang teori konflik, maka percuma saja usaha progressifitas dicanangkan jika akar dasar konflik belum diselesaikan. Maka sengketa perbedaan paradigma antara relasi agama-negara harus kita pahami dan selesaikan terlebih dahulu sebelum progres lainya kita upayakan.
V. Penutup
            Sekian makalah yang dapat saya sampaikan, semoga dengan ini kita mendapat sedikit pencerahan baru. Jelas, banyaknya kesalahan dan kekurang sempurnaan penulis dalam menyampaikan makalah ini perlu dikoreksi dan kritisi seobyektif mungkin. Sekian dari pemakalah, dan trimakasih.



DAFTAR PUSTAKA

Munawar, Budhy Membela Kebebasan Beragama (Buku I), (Jakarta, LSAF : 2015)
Suharto, Edi Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung, Refika Aditama, 2009)
Tonny , Fredian, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia : 2014)
Hasil diskusi Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (12/05/15) dengan Tema “Mengkaji UU Desa”. Pada tahun 1854, Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan kebijakan “Regeeringsreglement”, Desa yang dalam peraturan itu disebut “inlandsche gemeenten.



[1] Fredian Tonny, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia : 2014) Hal.v-vi
[2] Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung, Refika Aditama, 2009, hl. 37
[3] Hasil diskusi Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (12/05/15) dengan Tema “Mengkaji UU Desa”. Pada tahun 1854, Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan kebijakan “Regeeringsreglement”, Desa yang dalam peraturan itu disebut “inlandsche gemeenten.
[4] Ibid,Fredian Tonny, hal.28-30
[5] Ibid, Fredian Tonny, hal. 32-34
[6] Budhy Munawar, Membela Kebebasan Beragama (Buku I), (Jakarta, LSAF : 2015) hal.xxxviii
[7] Ibid, Budhy Munawar, hal. Xliv-xlv
[8] Ibid,Fedian Tonny, hal. 177-178



Comments

Popular posts from this blog

Makalah Iman,Islam dan Ihsan

Aliran-aliran dalam agama Yahudi

Teori Konflik dan Teori Resolusi Konflik